[Unpad.ac.id, 21/09/2016] Salah satu rencana pemerintah berdasarkan implementasi konsep pembangunan berkelanjutan (SDGs) di sektor kesehatan ialah mengurangi angka kematian akibat penyakit tidak menular. Pengoptimalan perawatan berkelanjutan (continuum of care) merupakan strategi tindak lanjut dari upaya implementasi rencana tersebut.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, dr. Mohamad Subuh, M.PPM., saat memaparkan materi pada Seminar dan Workshop Nasional Keperawatan 2016, di Auditorium Rumah Sakit Pendidikan Unpad, Jalan Eijkman No. 38, Bandung, Rabu (21/09). (Foto oleh: Tedi Yusup)*
“Continuum of care bertujuan mencegah memburuknya penyakit kronis dan mengefisienkan pembiayaan kesehatan,” ujar Dekan Fakultas Keperawatan Unpad, Kusman Ibrahim, M.NS., Ph.D., saat memberikan sambutan dalam Seminar dan Workshop Nasional Keperawatan 2016, di Auditorium Rumah Sakit Pendidikan Unpad, Jalan Eijkman No. 38, Bandung, Rabu (21/09).
Seminar yang digelar dalam rangka peringatan Dies Natalis ke-22 Fakultas Keperawatan Unpad ini mengangkat tema “Continuum of Care: dari Ketergantungan Menuju Kemandirian Hidup yang Berkualitas”. Seminar yang dilaksanakan hingga Kamis (22/09) ini menghadirkan banyak pembicara, diantaranya: Prof. Dr. Budi Ana K, S.Kp., M.AppSc., (Guru Besar UI), dan dr. Yuzar IB Ismoetoto, MM, (perwakilan Dinas Kesehatan Jabar).
Kusman mengatakan, perawatan berkelanjutan merupakan bentuk perawatan yang dilakukan dari hulu hingga hilir, mulai dari rumah sakit hingga kembali ke rumah. Perawatan ini memerlukan kerja sama antar profesi dan bidang ilmu guna menghasilkan perawatan yang komprehensif dan holistik.
Hal tersebut juga dikatakan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, dr. Mohamad Subuh, M.PPM. Menurut Subuh, upaya pelayanan penyakit kronik yang tertuang dalam RPJP Nasional paruh ketiga 2015-2019 adalah mengutamakan upaya preventif dan promotif dengan melakukan pendekatan keluarga.
“Berpuluh tahun Indonesia bergerak di sektor kesehatan, justru bergerak pada komunitas. Pada saat ini kita harus turun pada bagian kecil dari komunitas, yaitu keluarga,” jelasnya.
Terkait pelayanan di sektor penyakit tidak menular, Indonesia kini mengalami transisi epidemiologi. Subuh mengungkapkan, pada medio 1990-an, penyakit tidak menular masih menjangkit di kawasan perkotaan, sedangkan kawasan perkampungan identik dengan sebaran penyakit infeksi. Tahun 2000an, sebaran ini mulai bergeser. Persentase penyakit tidak menular di Indonesia mulai menginjak 49%.
Pada tahun 2010, persentase penyakit tidak menular kembali naik 58%. Data terakhir Subuh menunjukkan, pada 2014, persentase meningkat menjadi 71%. “Kalau sudah masuk ke penyakit tidak menular (non-communicable disease), kita harus siap-siap keluar uang banyak,” selorohnya.
Keterlibatan aktif keluarga ini yang harus dilakukan pada setiap tindakan. Subuh mengatakan, perawat harus melibatkan keluarga baik pada tingkat posyandu, puskesmas, maupun UKS dan UKK yang lain.
Meski menjadi upaya efektif, prinsip perawatan berkelanjutan masih sedikit diimplementasikan di sektor pelayanan kesehatan. Kusman menuturkan, peran perawat saat ini masih belum optimal dalam mengimplementasikan perawatan berkelanjutan.
Melalui seminar nasional ini, Kusman mengharapkan para praktisi, akademisi, dan birokrasi terkait dapat saling memberikan informasi dan mendiseminasi berbagai hasil penelitian terkait perawatan berkelanjutan agar prinsip perawatan berkelanjutan dapat segera terlaksana.*
Laporan oleh: Arief Maulana / eh
The post Keterlibatan Aktif Keluarga Dibutuhkan dalam Perawatan Berkelanjutan appeared first on Universitas Padjadjaran.