Quantcast
Channel: Universitas Padjadjaran
Viewing all articles
Browse latest Browse all 5518

Haiku Menghargai Kesederhanaan

$
0
0

[Unpad.ac.id, 5/06/2015] Haiku, adalah puisi pendek Jepang yang telah lahir 400 tahun silam, sejak zaman Kaisar Tokugawa. Pada zaman sekarang, Haiku tetap diapresiasi masyarakat luas di Jepang karena bentuk syairnya yang pendek, bahasa yang mudah dimengerti, serta akrab dengan lingkungan alam, budaya, dan kehidupan sehari-hari. Haiku ini juga banyak diapresiasi oleh masyarakat luar Jepang.

Prof. Ganjar Kurnia turut membaca Haiku pada diskusi bertema “Membaca Haiku: Mencari Akar dan Keberagaman Budaya Nusantara” di Aula PSBJ Unpad Jatinangor, Jumat (5/06). (Foto oleh: dadan T.)*

Prof. Ganjar Kurnia turut membaca Haiku pada diskusi bertema “Membaca Haiku: Mencari Akar dan Keberagaman Budaya Nusantara” di Aula PSBJ Unpad Jatinangor, Jumat (5/06). (Foto oleh: dadan T.)*

Dosen program studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unpad, Otsuka Hiroko, M.A., seni Haiku didefinisikan sebagai minimalist in the extreme, menghargai kesederhanaan yang tersimbolkan melalui strukturnya yang sederhana.

“Tema haiku bisa tentang apa saja, yang penting melukiskan dengan kata-kata tentang hal di mana hati pencipta Haiku terkesan secara mendalam,” ungkap Otsuka dalam diskusi Haiku, Jumat (05/06) di Aula Pusat Studi Bahasa Jepang (PSBJ) FIB Unpad Kampus Jatinangor. Diskusi ini termasuk ke dalam rangkaian acara “Membaca Haiku: Mencari Akar dan Keberagaman Budaya Nusantara”.

Selain Otsuka, Diskusi tersebut menghadirkan Ari J. Purwawidjana, M.A., (Dosen Sastra Inggris FIB Unpad), drs. Teddi Muhtadin, M.Hum., (Dosen Sastra Sunda FIB Unpad), Hikmat Gumelar dan Taufik Fathurohman (pegiat Haiku dari Komunitas Haiku Nusantara).

Menurut Otsuka, Haiku terdiri atas tiga bait yang ditulis dengan pola suku kata/silabel 5-7-5. Menggunakan Kigo, atau kata yang identik dengan penggambaran alam atau musim. DI Jepang, Haiku ditulis secara vertikal, dengan cara penulisan setiap bait semakin ke kiri semakin menurun.

Lalu bagaimana wujud Haiku di negara di luar Jepang? Dosen Penutur Asing Unpad tersebut menjelaskan, Haiku kini telah tersebar di berbagai negara. Di beberapa negara mengajarkan penulisan Haiku untuk anak Sekolah Dasar.

“Karena sebagai bentuk sastra yang simple dan singkat, Haiku terasa baru dan tepat untuk murid SD mengekspresikan diri,” ungkapnya.

Haiku tersebut ditulis oleh bahasa negaranya sendiri. Namun, untuk Haiku bahasa asing, aturan silabel tidak terlalu ketat. Begitupun aturan tentang Kigo-nya. “Haiku Indonesia banyak yang menggunakan judul seperti syair pada umumnya, tetapi Haiku Jepang tidak menggunakan judulnya,” tambah Otsuka.

Di dunia Barat, adaptasi Haiku sudah muncul sejak Abad ke-18. Hal tersebut dituturkan oleh Ari. Menurutnya, para penyair Barat selalu didorong untuk memerdekakan diri dari tradisi penulisan Barat.

“Mereka menjelajah ke tradisi-tradisi kesusasteraan Hindu, Jepang, dan tradisi lainnya. Penjelajahan tersebut untuk meremajakan kesusatraannya yang mulai menua,” kata Ari.

Dari proses tersebut, lahirlah beberapa puisi yang terpengaruh dari Haiku, misalnya puisi “Ars Poetica” karya Archibald Macleish, “Thirteen Ways of Looking at a Blackbird” karya Wallace Stevens, hingga “The Red Wheelbarrow” dan “This Is Just To Say” karya William Carlos William.

Sementara itu, Teddi berpendapat ada perbedaan mencolok antara Haiku dengan Puisi Sunda. Pada umumnya, Puisi Sastra Lama Sunda pada umumnya memakai larik-larik berjumlah 8 suku kata atau dikenal dengan istilah asnubuth. Jumlah tersebut nampak pula dalam tradisi sajak modern, terutama karya-karya dari penyair Sayudi dan Godi Suwarna.

“Ada contoh klasik dari pupuh Asmarandana larik ke-5. Larik tersebut berjumlah 7 suku kata, tapi dalam pelantunannya sering digenapkan menjadi 8 suku kata, agar pas dengan nada,” kata Teddi.

Selain Diskusi, acara yang digelar oleh Departemen Susastra dan Kajian Budaya FIB Unpad dan Komunitas Haiku Nusantara (Hara) ini juag diisi oleh pembacaan Haiku dan pertunjukan seni. Turut hadir Rektor ke-10 Unpad, Prof. Ganjar Kurnia.*

Laporan oleh: Arief Maulana / eh

The post Haiku Menghargai Kesederhanaan appeared first on Universitas Padjadjaran.


Viewing all articles
Browse latest Browse all 5518

Trending Articles